Dessert Yummy di Negara Singa

Papan namanya kayak di zaman Dinasti Tang!

Saya doyan jalan ? Jelas! Saya doyan makan ? Wah, itu sudah pasti! Nah, karena biasanya dua hal ini jadi the perfect combination buat orang yang kepengen nikmatin hidup (atau sekedar punya waktu luang dan ingin diisi kegiatan “produktif”), maka saya juga menerapkan kombinasi itu di setiap perjalanan saya. Sekalipun tiga posting terakhir di blog ini isinya tentang Singapura, ya, anggap saja baca versi KW 7-nya Lonely Planet, deh. 🙂

Mungkin orang-orang sudah agak basi ya kalau cerita soal Singapura. Apalagi lokasi negaranya yang tinggal “ngesot doank sampe”. Tapi, mungkin yang banyak populer di kalangan masyarakat adalah Orchard Road, si lokasi khusus buat para penggila shopping. Kalau cari makan di daerah sana, memang mudah. Selain mall-mall dan sudut jalan banyak cafenya, didalamnya pun ada berbagai food court yang punya pilihan dan kriteria makanan yang segudang banyaknya. Dari yang halal sampe yang al-harram-minal asoy. Semua ada, dan harganya pun standar foodcourt. Oke banget memang buat mereka yang udah ngabisin tenaga buat keliling mall, dan pengen me-recharge energinya. Cuma, apakah semua turis tahu tentang rumah makan kecil yang khusus menjual dessert ? Nah, ini dia yang perlu dipertanyakan. 😀

Enaknya punya teman yang orang Singapura adalah kita dikasih tahu banyak tempat-tempat makan yang oke. Termasuk si tempat dessert ini. Namanya Ah Chew Dessert. Letaknya di Leang Seah Street, persis di seberang Bugis Junction. Saya tanya sama dia, darimana dia tahu ada dessert house seperti itu. Jawabnya simple “Teman gw banyak yang makan disitu. Kalau orang Singapura kan asal ngantri, artinya tempatnya oke punya, loh. Jadi gw ikutan juga.”. Jiah! Kalo gw ngantri sembako, lo mau ikut ? Hehehe..

Interior Ah Chew Dessert.

Dalemannya Ah Chew Dessert. Antik kan ?

Nah, si Ah Chew Dessert ini, interiornya seperti di zaman kerajaan. Hohohoho.. Maksudnya, bergaya Cina kuno gitu deh. Kursi kayu, papan nama kayu dengan grafir emas dia atas pintu. Terus, kalau kita ke jalan ini, tempatnya nempel di deretan toko-toko atau rumah makan. Jadi kalau kemari, harus sering-sering juga dongakin kepala, lihat nama tokonya. Kalau nggak, bisa kelewatan. Waktu saya kesana, cuma ada 2 orang Mbak-Mbak yang sedang asik nyeruput dessert. Mungkin ramainya waktu malam, kali ya.

Ah Chew Dessert ini spesialisasinya adalah makanan pencuci mulut berkuah. Panas atau dingin. Jadi, jangan harap kalau disini adalah toko kue yang bisa nyari klepon atau puding. Sajiannya kudu di sruput, nek ! Hehehe.. Katanya, yang oke punya disini adalah Mango Sago. Campurannya adalah sari mangga, susu, potongan buah mangga, butiran sagu dan es batu. Segeeeerrr beeennnneeerrr deh! Selain itu masih banyak dessert yang lain. Dari yang umum, seperti Es Ketan Item (kayak yang dijual abang-abang pinggir jalan), sampai yang aneh-aneh, seperti Lidah Buaya dengan Jeruk Nipis dan Madu! (Jangan salah nek, mereka juga jual loh campuran telur dengan jahe!). Saya memang doyan makan. Tapi untuk mencoba yang aneh-aneh buat dessert masih “a big no no”. Kalau makanan aneh saya lebih milih di menu utama. Pencuci mulut adalah penawar dari keanehan rasa makanan di menu utama (teringat hidangan kadal cincang di Vietnam. Yaiks!). Maka, saya bertahan dengan Ice Mango Sago.

Rasanya buat saya tidak mengecewakan. Dengan harga sekitar Sing $ 3 – 3.80, saya dapat sari mangga asli (jus kali versi Indonesianya, mah!), dicampur susu kental manis, potongan es, butiran sagu, dan buah mangga yang manis. Hmmm.. asik berat! Kalau ibu saya, memilih es ketan hitam (di Singapura, ibu saya makannya nggak jauh-jauh dari Rendang Sapi ala Padang, Nasi Lemak, dan Mi Rebus Medan).

Pulut Hitam with Ice dan Ice Mango Sago. 1 buat ibu saya, dan 2 buat saya!

Meniru orang Singapura dengan Singlishnya, saya bilang this is not bad lahhh.. ! Untuk mencapai tempat ini pun tidak perlu repot. Tinggal naik MRT dari Orchard lalu turun di Bugis. Keluar dari Bugis Junction (stasiun MRT-nya nempel sama Bugis Junction), nyeberang sudah langsung ketemu jalan tempat Ah Chew Dessert ini. Next time kalau ada yang ke Singapura, boleh coba dessert berkuah ini. Dijamin deh, bisa cuci mulut sepuasnya!

Most Expensive and Scariest Marlboro So Far

Saya sebetulnya kagum dengan cara pemerintah Singapura dalam membangun public awareness mengenai bahaya rokok. Benar-benar mengerikan! Hahaha.. Maksudnya tidak setengah-setengah.

Saat saya traveling ke luar negeri, saya biasanya mencari oleh-oleh yang mudah didapat, mudah dibawa, dan sebisa mungkin harganya murah. Nah, karena saya punya teman-teman yang adalah perokok aktif, saya kadang memilih untuk membeli rokok 1 slop. Mudah karena isinya banyak (jadi bisa dibagiin satu-satu), dan bisalah dibuat souvenir kalau batangannya sudah habis. Kok gitu?

Ya iyalah! Karena rokok lokal itu sudah pasti nggak ada di Indonesia. Seperti waktu saya pergi ke Vietnam, saya beli 2 slop rokok (dgn merk berbeda tentunya!). Di bungkus rokok Vinataba itu, selain ada brand made in vietnam, stempel pajaknya juga dalam tulisan vietnam. Jadi, bisa juga buat pajangan, biar dibilang pernah pergi ke Vietnam.

Nah, itu juga yang terjadi waktu saya traveling ke Singapura. Cuma bedanya, harga rokok di Singapura itu kelewat mahal. Kalau di Vietnam, seingat saya dengan modal 200ribu, saya sudah bisa bawa 2 slop rokok dan bikin diam teman-teman saya yang perokok aktif. Hehehe..

Tapi bukan masalah oleh-olehnya sih yang saya pengen cerita. Sesuai judul diatas, saya tertarik dengan cara pemerintah Singapura dalam menyadarkan warganya bahaya rokok (sekalipun masih banyak juga warga Singapura yang jalan-jalan di Orchard Road sambil ngisap rokok!).

Tahun 2006, saat saya transit dari India di Changi Airport, saya membeli 1 slop rokok merk Virginia di Toko Bebas Bea. Waktu itu, notifikasi di bungkus rokok masih dalam bentuk tulisan, sama seperti yang di Indonesia. Cuma, bedanya adalah notifikasi di Indonesia masih dengan kalimat yang formal dan halus. Sementara di bungkus rokok Singapura, tulisannya provokatif banget dengan banyak variasi tulisan. Saya bisa menemukan tulisan “SMOKING KILLS” segede goblok di bagian depan dan belakang bungkus rokok. Itupun sudah bikin teman-teman saya mikir, jangan-jangan didalam rokoknya diselipin racun yang bisa membunuh saat itu juga. Ahahahaha..

Selang 3 tahun saya kembali ke negara itu, saya cukup terkejut. Waktu saya mampir ke toko Seven Eleven didekat hotel, saya lihat seluruh bungkus rokok itu sudah tidak hanya tulisan, tapi juga foto! Hahaha.. Mending kalau fotonya cuma foto orang terbaring sakit. Ini fotonya bisa bikin kita merem! Gimana nggak? Lah wong fotonya gambar janin rusak, bagian tubuh kena kanker, gigi dan gusi rusak, dsb!

Serem, neeekkk !

Lalu yang bikin makin ga enak adalah foto-foto tersebut ketempel dibagian tutup bungkus rokok, depan dan belakang! Bwahahaha.. Ya, mau gak mau memang bikin mual sih!

Saya membeli sebungkus marlboro karena penasaran (sekaligus rada sakau juga pengen ngerokok). Dan, yak! Sodara-sodara, foto itu memang di print dan gak bisa dibuang! Kalau mau nggak terlihat, ya harus robek penutupnya. Nggak mungkin juga kan buang tutup bungkusnya! Hohohoho..

Saya salut dengan cara pintar pemerintah dan nggak tunduk sama negosiasi produsen yang takut kehilangan pasar akibat ngeri melihat foto-foto itu. Tadinya, saya mau beli juga satu slop buat teman-teman. Tapiiiiii.. Harganya bo! Satu bungkus sekitar 12 Sing Dollar! Artinya, 1 bungkus rokok setara dengan Rp. 70.000 perak! Alamak! Mahalnyaaaa…

Kalau sudah begini, itu rokok malah jadi souvenir buat saya sendiri, deh. Jarang-jarang juga punya rokok “mahal” dan “mengerikan” kayak gitu. Hahahaha..

Kalau kampanye model begitu diterapkan di Indonesia, kira-kira mungkin nggak ya ?

Rempong.com!

Dasar perempuan ya, yang tadinya sudah berjanji sama diri sendiri buat “nggak belanja lagi ah!”, tapi ya janji tinggal janji. Tiap masuk ke shopping mall yang penuh dengan outlet-outlet barang, langsung nyari justifikasi bahwa beli barang A  butuh karena, atau beli barang B perlu karena.. Ya gitu deh! Buntut-buntutnya, kalau sedang traveling ke luar kota atau luar negeri, yang tadinya cuma bawa koper sebiji, beranak jadi beberapa biji.

Weekend ini, saya sedang bepergian ke luar negeri. Ya nggak bisa dibilang keluar negeri juga sih. Soalnya cuma terbang ke Singapura saja, yang jarak terbangnya lebih cepat daripada ke Medan atau ke Bali. Hehehe.. Karena belakangan sedang ada keperluan ke Singapura, maka saya dan ibu saya bolak balik ke Singapura.

Tapi sebelum berangkat ini, saya sudah mengingatkan ibu saya supaya tidak terlalu banyak belanja. Bukannya apa-apa sih, tapi pengalaman ke Singapura beberapa bulan sebelumnya, saya dan ibu saya berakhir dengan membeli koper super duper besar ke Mustafa, alias kampung india di Singapura. Mengapa? Lantaran ibu saya membeli beberapa sepatu, dan ngotot ingin bawa pulang kotaknya!

Saya sebetulnya tidak terlalu doyan belanja, kecuali memang ada barang yang benar-benar perlu. Dan sudah sejak bekerja di LSM saya belajar menjadi light traveler, alias penjelajah dengan barang gembolan sedikit. Kalau sedang tugas lapangan yang hanya makan waktu 3 hari, saya paling cuma bawa tas ransel yang bisa muat baju, alat mandi, plus laptop untuk kerja. Akan nambah satu lagi kalau saya juga berniat hunting foto saat tugas lapangan tersebut. Itu pun isinya hanya kamera, flash gun dan berbagai lensa yang mungkin saya perlukan.

Itu kalau saya pergi sendiri. Tapi kalau saya pergi dengan ayah atau ibu saya, pastinya sistem light traveling ini bubar jalan. Soalnya, ibu saya termasuk orang yang “kalau-kalau perlu”. Ya, sekarang sih sudah jauh mendingan, saat dia mulai melihat saya dengan cueknya jalan keluar kota hanya bermodal ransel dan sendal jepit doank. Heheheh.. Tapi duluuuuuuuuuuuuu… ?????

Saya masih ingat beberapa tahun lalu, saat ibu dan ayah saya pergi ke negara Eropa jalan-jalan untuk waktu kira-kira 10 hari, kami sampai harus membawa  5 buah koper ukuran besar ! Ya ampun! Dan isinya sebagian besar nggak dipakai juga oleh ayah atau ibu saya. Padahal ketika di Jakarta sebelum berangkat, mereka sudah cukup wanti-wanti “Kayaknya butuh tas ini deh.. kalau-kalau nanti…” atau “bawa sepatu ini juga ah, kalau-kalau nanti…”. Ujung-ujungnya,  kita adalah turis yang paling rempong sedunia! Yang paling malu adalah waktu kita mau terbang dari bandara Frankfurt. Setiap kita bawa dorongan yang isinya 2 koper besar, sampai dilihat orang disangka mau pindahan! ahahahaha..

Nah, hari ini nih adalah hari ke-2 saya di Singapura. Lusa saya baru pulang. Tadi ibu saya sudah hunting sana sini, dan dapat 2 biji sepatu. Saya sih selama di Singapura lebih milih wisata kuliner, karena kalau di Singapura kan banyak banget yang jual babi panggang dengan harga murah dan rasa yang cihuy. Tapi, sepertinya hari ini dan hari besok sampai pulang akan terus full dengan acara jalan sana sini deh. Apalagi di sini ada anaknya teman ibu yang hafal benar mall-mall disini.

Liatin aja, nanti setelah saya selonjoran istirahat di kamar hotel, saya akan pergi ke mall ini mall itu mall sana mall sini, pokoknya mall ! Kalau sudah begini, saya cuma bisa kasih judul rempong.com deh !

Ganti Baju, Ah!

Sebenernya saya rada nggak ngerti sih, kenapa tampilan blog wordpressnya harus berat ke kiri ketimbang di tengah-tengah. Ngeliatnya kan jadi pegel! But anyway, nggak apa-apa deh sekali-kali nyoba yang agak nggak biasa. Lagipula, blog saya itu kalau kata teman-teman suram banget. Udah backgroundnya hitam, tampilan foto diatasnya pun terlalu mellow. Jadinya terkesan serius. Padahal niatan saya sebetulnya ingin cerita yang asik-asik, sekalipun kadang bisa juga sih sentimentil. :p

So anyway, semoga tampilan baru ini tetap enak dibaca. Enjoy ! 🙂

Gadget Freak !

Semakin saya tua, saya perhatikan kok ya perkembangan teknologi di dunia ini semakin menggila ya ? Dari mulai hal printilan seperti bolpen sampai hal yang besar, seperti televisi. Tadi siang, saya baru saja melihat di berita bahwa sudah akan dipasarkan televisi yang memiliki efek 3 dimensi. Sekalipun nontonnya tetep harus pake kacamata, tapi sekarang 3 dimensinya beneran 3 dimensi. Bukan bohong-bohongan seperti jaman dulu waktu saya SD. Saya masih ingat jaman dulu itu, kalau langganan majalan Bobo suka dapet kacamata 3 dimensi yang terbuat dari kertas. Walaupun saya tetap saja tidak tahu bedanya apa menonton film kartun 3 dimensi sebelum atau sesudah memakai kacamata versi ekonomis itu, tetap saja saya gaya-gayaan memakainya. Dan sekarang, belasan tahun setelah era tersebut, nggak cuma kacamatanya saja yang diperbaharui, tapi juga tv-nya ! Edan!

Yang bikin saya pusing hidup di jaman sekarang, setiap beberapa bulan sekali selalu saja ada perkembangan terbaru dari benda-benda elektronik yang saya pegang. Katakanlah penyimpan data portable seperti flash disk atau external disk. Dalam kurun waktu kurang dari setahun, besaran kapasitasnya bisa beberapa kali meningkat. Jaman dulu, pegang flash disk yang kapasitasnya 512 mb saja sudah seperti “wah”, dengan harga yang mahal pula. Lah sekarang ? flash disk sudah ada yang belasan gigabyte! Jadi, kadang-kadang suka rugi bandar deh kalau keburu-buru beli. Karena dalam waktu beberapa bulan saja, duit yang kita keluarkan untuk membeli barang itu, sudah sama dengan harga barang dengan kapasitas berlipat-lipat lebih besar dari yang kita punya. Kalau sudah seperti itu, mendingan saya tutup mata saja. Pura-pura nggak tahu, walaupun hati miris juga. 😀

Nah, di Indonesia sejak dua tahun lalu, sedang heboh-hebohnya handphone QWERTY. Ya, kalau sudah sering jalan-jalan ke toko hp atau baca koran, pasti tau biang kerok dari trend hp yang nggak ada habisnya ini. Ya, apalagi kalau bukan Blackberry, satu-satunya buah yang nggak bisa dimakan dan bisa nyetrum kalau digigit! :p Sejak Blackberry masuk ke Indonesia dan harganya diturunkan dari harga dewa jadi harga manusia, semua produsen dan distributor hp berlomba-lomba mengeluarkan produk andalannya, dengan jaminan berkeypad QWERTY dan bisa chatting. Ya, berhubung katanya orang Indonesia itu doyan ngobrol tapi kantongnya cekak, maka lakulah para hp qwerty (dan pastinya, karena fasilitas facebook dan chattingnya!).

Buat saya sendiri, teknologi lebih kepada yang bisa mendukung keseharian saya. Karena saya bekerja, jadi sejak awal mula saya sudah memilih hp ala “QWERTY”. Tapi bukan Blackberry, melainkan PDA. Tugas saya lebih banyak juga ke lapangan dan merekam pembicaraan selama pertemuan dengan mitra, sehingga PDA memudahkan saya untuk mencatat semua pembicaraan tersebut dan menyimpannya agar tidak tercecer. Dalam kondisi darurat, notulensi itu bisa langsung saya kirimkan dengan fasilitas email. Ya, intinya, memudahkan. Bukan cuma buat gaya! Dan kalau sekarang saya juga beralih ke Blackberry, karena lebih mudah digunakan dan rasa-rasanya lebih murah berlangganan BIS dibandingkan tersambung ke jaringan internet melalui koneksi GPRS PDA/hp.

Cuma yang menarik buat saya adalah fenomena “yang penting gaya” ditengah penduduk-penduduk kota besar di Indonesia ini. Dimana-mana sekarang saya lebih sering melihat iklan yang terpampang di billboard segede bagong dengan pilihan kalau tidak “fasilitas chatting dan facebook” dari provider telepon seluler, ya produk hp QWERTY berbagai merk. Yang gilanya lagi, terkadang saya menemukan seseorang yang berkombinasi hp seperti : 1 Blackberry, 1 PDA, 1 GSM konvensional, dan 1 CDMA. Buset, deh! Udah kayak toko hp berjalan aja.

Beberapa waktu lalu, saya pergi ke ITC Kuningan, berniat membetulkan hp saya. Sampai tiba-tiba, saya melihat seorang Mas-Mas yang dengan gayanya menenteng 2 buah PDA model terbaru dan, saya yakin juga belum lama dibeli. Ketika saya sedang menunggu hp saya selesai dikerjakan, tiba-tiba si Mas-Mas ini dengan polosnya bertanya pada saya sembari menyodorkan salah satu PDA ciamiknya itu : “Mbak, Mbak, sorry.. mau nanya.. Ini gimana nyalainnya ya ?”
Dooohhh.. situ oke ? Yuk, mari deh !

When Love Hurts

It does hurt, Love..
Can you imagine who I really missed you?
Can you imagine the laugh that we could possibly share, present and future?
Can you imagine the warm of the rainy season when you are beside me?
Can you imagine the strength that we have in facing the world?

It does hurt Love,
When you hope someone who will smiling back at you,
When you think someone who will fill the emptiness of you..

It does hurt Love,
When you think everything is now disappear,
And gone..